Partai NasDem mengkritik kebijakan terbaru pemerintah mengenai kewajiban mengantongi hasil tes PCR bagi penumpang moda transprotasi pesawat terbang. Kebijakan itu keluarmelalui Instruksi Menteri Dalam Negeri No 53 Tahun 2021 tentang PPKM Level 1 3 di Jawa dan Bali. "Kebijakan kewajiban mengantongi hasil tes PCR bagi penumpang pesawat terbang ini memberatkan masyarakat," kata Ketua Bidang Kesehatan DPP Partai NasDem, Okky Asokawati, di Jakarta pada Sabtu (23/10/2021).
Okky menyebutkan kebijakan tersebut tidak memiliki korelasi dengan kebijakan pemerintah sebelumnya seperti kebijakan vaksin dan kebijakan pelevelan penerapan PPKM. "Kewajiban tes PCR ini sama sekali tidak berkorelasi dengan kebijakan vaksin dan pelevelan PPKM. Kebijakan vaksin dan pelevelan PPKM menjadi tidak bermakna," sebut Okky. Persoalan utamanya, kata Okky, kebijakan kewajiban mengantongi hasil tes PCR terletak pada biaya yang tidak murah dikeluarkan oleh masyarakat.
"Masalah utamanya soal biaya tes PCR yang harganya kurang lebih sama dengan harga tiket pesawat. Ini beban bagi masyarakat. Mestinya biaya tes PCR digratiskan atau setidaknya sama dengan biaya tes antigen," ucap Okky. Di bagian lain, Okky juga mempertanyakan kebijakan penggunaan hasil tes antigen atau PCR dalam perjalanan menggunakan payung hukum Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri). Menurut dia, kewenangan penerbitan aturan mengenai syarat perjalanan semestinya tidak diterbitkan oleh Mendagri.
"Seharusnya penerbitan kebijakan mengenai perjalanan dan mengenai tes Covid 19 dikembalikan pada otoritas di bidang kesehatan atau bidang perhubungan," pinta Okky. Sebagaimana maklum, melalui Inmendagri No 53 Tahun 2021 diatur tentang kewajiban tes PCR bagi masyarakat yang menggunakna moda tranpsotasi udara. Belakangan, Kementerian Perhubungan menerbitkan SE No 88 Tahun 2021 yang lebih detil mengatur mengenai mekanisme perjalanan di masa pandemi ini. SE Kemenhub ini akan efektif berlaku pada 24 Oktober 2021.
Kebijakan wajib tes PCR untuk penumpang transportasi udara ini sendiri banyak menuai pertanyaan dan penolakan masyarakat. Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut aturan itu membuat bingung. Ia meminta pemerintah menjawab kebingungan masyarakat tersebut. ”Beberapa hari ini banyak masyarakat bersuara karena bingung dengan aturan baru PCR sebagai syarat semua penerbangan ini. Masyarakat mempertanyakan kenapa dalam kondisi pandemi Covid 19 di Indonesia yang semakin membaik, tapi justru tes perjalanan semakin ketat,” ujar Puan, Jumat (22/10/2021).
Dia pun mengungkapkan sejumlah pertanyaan yang muncul. “Kenapa dulu ketika Covid 19 belum selandai sekarang, justru tes antigen dibolehkan sebagai syarat penerbangan. Kalau sekarang harus PCR karena hati hati, apakah berarti waktu antigen dibolehkan, kita sedang tidak atau kurang hati hati? Pertanyaan pertanyaan dari masyarakat seperti ini harus dijelaskan terang benderang oleh pemerintah,” ujarnya. Puan mengatakan fasilitas kesehatan di Indonesia belum merata dan akan semakin menyulitkan masyarakat yang hendak bepergian dengan transportasi udara.
Sehingga, dia menilai tes PCR itu seharusnya digunakan hanya untuk instrumen pemeriksaan bagi suspek Covid 19. “Masyarakat juga bertanya tanya mengapa PCR dijadikan metode screening, padahal PCR ini alat untuk diagnosa Covid 19. Dan perlu diingat, tidak semua daerah seperti di Jakarta atau kota kota besar yang tes PCR bisa cepat keluar hasilnya. Di daerah belum tentu hasil tes PCR bisa selesai dalam 7×24 jam, maka kurang tepat ketika aturan tes PCR bagi perjalanan udara berlaku untuk 2×24 jam,” kata Puan. Maka itu Puan meminta pemerintah mendengarkan keluhan masyarakat tersebut agar tidak menodai prinsip keadilan.
“Tapi di aturan terbaru, syarat perjalanan bagi transportasi darat, laut, dan kereta api masih tetap memperbolehkan tes antigen 1×24 jam. Kebijakan yang tidak merata dan terkesan ada diskriminasi, harus di clear kan pemerintah,” ujarnya. Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay curiga ada unsur bisnis dalam aturan syarat wajib tes PCR bagi penumpang pesawat yang mulai diberlakukan sejak Kamis (21/10) lalu itu. "Kalau memang harus dipaksakan (syarat wajib tes PCR), tolong jangan ada unsur bisnis di dalamnya. Jadi tidak boleh ada persoalan pendemi itu yang bergandengan dengan persoaln bisnis," kata politisi PAN itu.
Saleh mengatakan, jika ada unsur bisnis dalam diberlakukannya tes PCR bagi penumpang pesawat, hal itu sangat tidak adil. "Hal ini tentu sangat tidak adil sekali," ucapnya. Kalau memang tetap akan diperlakukan juga, lanjutnya, pemerintah harus memperhatikan kelengkapan alat untuk PCR di seluruh kabupaten/kota. Sehingga masyarakat tidak kesulitan dengan aturan tes PCR bagi penumpang peswat tersebut. "Aturan itu hanya berlaku efektif jika dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang mendukung dibelakukannya kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat. Kalau aturan itu tidak dilengkapi sarana dan pasarana, masyarakat akan mencari jalan lain untuk itu," ucapnya.
Adapun anggota Komisi IX DPR RI Nur Nadlifah menilai kebijakan yang dibuat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian itu sangat memberatkan masyarakat. “Ini kebijakan aneh. Percuma masyarakat diajak menyukseskan vaksinasi tapi kenyataan di lapangan masyarakat masih dibebankan dengan tes PCR. Seharusnya masyarakat tidak dibebankan dengan hal hal yang mestinya tidak perlu dilakukan,” ujar Nadlifah, Jumat (22/10/2021). Nur Nadlifah menilai pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang tidak bertolak belakang dan menimbulkan spekulasi publik mengenai konspirasi Covid 19 ini.
“Kenapa saya bilang aneh? Kita selama ini berjuang mati matian mengajak masyarakat untuk mau divaksin sehingga herd immunity tercapai. Setelah perlahan diterima publik, justru pemerintah sendiri yang merusaknya,” ungkapnya. ”Contohnya kebijakan penumpang pesawat wajib PCR. Publik jadi berpikir, oh vaksin itu proyek bisnis kesehatan. Percuma vaksin wong masih wajib tes PCR,” sambung Politisi Fraksi PKB itu. Dia juga menilai Instruksi Mendagri Nomor 53 Tahun 2021 tetang PPKM yang mewajibkan tes PCR untuk perjalanan Jawa Bali bertolak belakang dari keinginan pemerintah sendiri yang sedang bekerja keras melakukan percepatan pemulihan ekonomi.
Semestinya kata dia, masyarakat yang ingin melakukan perjalanan dan sudah menerima vaksin dosis kedua cukup menggunakan rapid antigen. ”Meski saat ini sudah ada batas tertinggi, harga tes PCR bagi kebanyakan masyarakat masih tergolong mahal. Biaya tes PCR bisa 50 persen dari harga tiket pesawat,” tutupnya.